Oke. Saya akui
untuk kali ini saya benar-benar blackout alias
bingung mau ngapain. Setelah berakhirnya “karir” saya di Lembaga Pers Mahasiswa
Indikator FEB UB, saya mulai berpikir jauh ke depan. Kesibukan apa selanjutnya?
Dan hari ini baru hari pertama pasca “dipecatnya” saya dari organisasi itu.
Begini.
Ceritanya saya dan beberapa kawan di Indikator berencana untuk membuang
segala “sampah” di otak kami selama setahun kepengurusan ini. Malam itu, kami
berkumpul di tempat kami biasa nongkrong ketika tidak ada tujuan lain. Nol
Derajat – sebutan khusus kami untuk sebuah warung bubur ayam pinggir jalan.
Awalnya kami berencana ke pantai esok paginya, namun terkendala waktu sehingga
rencana ke Banyuwangi yang awalnya dilaksanakan awal bulan Februari jadi
dimajukan akhir Januari.
Dalam pikiran
saya, “saya lagi bokek bro!” Ah, gampang kalau masalah uang. Barangkali rekan saya bisa
berbaik hati meminjamkan beberapa lembar rupiahnya kepada saya. urusan beres! Tapi, ada satu hal
yang membuat saya membuat saya ragu. Satu hal yang pasti dan tak mungkin saya
langgar – sebagai insan yang baik hendaknya berlaku patuh terhadap orang tua.
Dan benar
saja. saya hanya bisa gigit jari. Meskipun rekan-rekan saya tersebut memaksa
saya untuk ikut, saya tetap tidak bisa. Bahkan, mereka nekat mau “menculik”
saya di rumah. sial. What kind of man I
am.
Akhirnya, saya
(harus) ikhlas. Merelakan kepergian mereka menuju Kawah Ijen. Bangsaaaaaaat!
Lalu,
kombinasi apa yang pas untuk seonggok laptop, segelas kopi, dan beberapa kue
kering di saat hujan begini? This
is it!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar